get app
inews
Aa Text
Read Next : Menhan Prabowo Jenguk Mantan Danjen Kopassus Subagyo Hadi Siswoyo di RSPAD

Kisah Panglima ABRI Jenderal LB Moerdani Marah kepada Danjen Kopassus Sintong Panjaitan

Jum'at, 23 September 2022 | 14:34 WIB
header img
Danjen Kopassandha kini bernama Kopassus Brigjen TNI Sintong Panjaitan. Foto: Dok

JAKARTA, iNewsAsahanRaya.id - Panglima ABRI LB Moerdani sempat marah kepada Danjen Kopassus Sintong Panjaitan terkait rencana perampingan pasukan.

Bagaimana hal itu dapat terjadi? Kisah berikut ini layak disimak untuk menambah wawasan menyangkut keberadaan TNI terutama TNI AD. 

Kopassus atau Komando Pasukan Khusus pasuka elite TNI AD merupakan bagian dari Komando Utama tempur yang dimiliki TNI AD. 

Dikutip dari laman resmi Kopassus, sejarah pembentukan Korps Baret Merah ini berawal saat Pimpinan Angkatan Perang RI mengerahkan pasukan untuk menumpas pemberontakan bersenjata di Maluku yang menamakan dirinya Republik Maluku Selatan (RMS) pada Juli 1950. 

Pasukan tersebut dipimpin Panglima Teritorium III Kolonel Inf. Alexander Evert Kawilarang dengan Komandan Operasinya Letkol Slamet Riyadi. Meski berhasil menumpas pemberontak namun tidak sedikit dari TNI yang menjadi korban. 

Panglima ABRI LB Moerdani bersama Danjen Kopassandha kini bernama Kopassus Brigjen TNI Sintong Panjaitan. Foto/DOK/SINDOnews
Banyaknya prajurit TNI yang gugur ini bukan hanya disebabkan tingginya semangat pasukan musuh dan persenjataan yang lengkap namun juga karena taktik, pengalaman tempur yang baik didukung kemampuan tembak tepat dan gerakan perorangan. 

Peristiwa inilah yang mengilhami Letkol Slamet Riyadi menggagas satuan pemukul yang dapat digerakan secara cepat dan tepat untuk menghadapi berbagai sasaran di medan yang berat sekalipun. Setelah gugurnya Letkol Slamet Riyadi saat pertempuran di Kota Ambon, gagasan tersebut dilanjutkan oleh Kolonel A.E. Kawilarang. 

Pada November 1951, Kolonel A.E. Kawilarang ditunjuk sebagai Panglima TT III/Siliwangi.  Eks prajurit KNIL itu pun mengeluarkan Instruksi Panglima Tentara dan Teritorium III Nomor 55/Instr/PDS/52 tanggal 16 April 1952 tentang pembentukan Kesatuan Komando Tentara dan Teritorium III atau Kesko III/Siliwangi yang menjadi cikal bakal Kopassus. 

“Dibenaknya (Kawilarang-red), pasukan khusus itu harus menjadi kesatuan yang ramping memiliki keahlian individu yang tinggi serta bermobilitas tinggi,” tulis buku berjudul “Kopassus untuk Indonesia” dikutip SINDOnews, Kamis (22/9/2022). 

Dalam perjalanannya, pada 1985 jumlah pasukan ini terus bertambah hingga mencapai 6.644 prajurit. Kondisi ini mendorong Jenderal TNI Leonardus Benyamin Moerdani atau dikenal dengan sebutan Benny Moerdani yang saat itu menjabat sebagai Panglima TNI melakukan reorganisasi.

Reorganisasi TNI dilakukan selain untuk menghemat anggaran belanja juga dalam rangka meningkatkan kemampuan prajurit. Sebab, peperangan di masa depan tidak hanya mengandalkan peralatan tempur dengan teknologi maju tapi juga kemampuan prajurit yang mengawakinya. 

Maka pembinaan manusia menjadi sangat penting. Dalam konteks TNI AD, kekuatan Kopassandha yang kini bernama Kopassus dan Komando Daerah Militer (Kodam) akan diperkecil. Jumlah Kodam yang semula 17 diperkecil menjadi 10. Pembentukan Kodam yang semula berdasarkan struktur kewilayahan diubah berdasarkan atas pertahanan kepulauan. 

“Komando Wilayah Perahanan (Kowilhan) dan Komando Strategi Nasional (Kostranas) dilikuidasi. Begitu juga Kopassandha pun diperkecil,” ujar Komandan Kopassandha Brigjen TNI Sintong Panjaitan dalam buku biografinya berjudul “Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando”. Rencana Benny Moerdani melakukan perampingan jumlah pasukan Kopassus dari 6.644 prajurit menjadi 3.000 prajurit dinilai kurang tepat oleh Sintong. 

Sebagai Komandan Kopassandha Sintong berpendapat memperkecil satuan dengan tujuan menghemat biaya dapat dilakukan di tingkat Kodam. Namun memperkecil Kopassus hanya dapat dilakukan jika Mabes TNI mempunyai biaya yang cukup besar. “Kalau jumlah anggota Kopassandha diperkecil biaya malah akan bertambah besar,” kata Sintong kepada Benny Moerdani.

“Lho, Tong, apa-apaan kamu itu. Bagaimana bisa?” tanya Benny Moerdani. Mendapat pertanyaan dari seniornya di Korps Baret Merah tersebut, Sintong kemudian menjawab. “Kalau jumlah anggota diperkecil, mutu harus ditingkatkan. Meningkatkan mutu Kopassandha justru memerlukan anggaran yang lebih besar dibanding dengan sebelumnya,” jawab Sintong. 
”Kamu jangan ngajari saya!” kata Benny Moerdani dengan nada marah. 

Menurut Sintong, saat itu Benny Moerdani menunjukkan sikap kecewa terhadap dirinya. “Di situlah Pak Benny menunjukkan kekecewaannya kepada saya, tetapi kemudian Pa Benny tampak berupaya meredam emosinya,” kenang Sintong. 

“Tong cobalah kamu buat rencana reorganisasi di Kopassandha untuk saya,” pesan Benny Moerdani menutup pembicaraan.

Naman pada akhirnya Sintong Panjaitan setuju dan  mendukung kebijakan LB Moerdani. 

Pasukan khusus tidak perlu terlalu besar dari segi jumlah anggota namun yang penting adalah posturn kecil tetapi berkualitas.
 

Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut